Senin, 28 Juni 2010

WAKA WAKA (laksanakan tugas)

WAKA WAKA (laksanakan tugas)
“vocal : shakira”


You're a good soldier (kalian adalah tentara yg bagus)
Choosing your battles (dalam memilih perang kalian)
Pick yourself up (Bawa dirimu sendiri)
And dust yourself off (Dan bersihkan dirimu dari debu)
And back in the saddle (dan kembalilah ke pelana)

You're on the frontline (Kalian di garis depan)
Everyone's watching (Setiap orang melihat)
You know it's serious (Kalian tahu ini sungguh-sungguh)
We're getting closer (Kita makin mendekat)
This isn’t over (Ini bukan akhir)

The pressure is on (Tekanan datang)
You feel it (Kalian rasakan itu)
But you've got it all (Tapi kalian telah dapatkan semuanya)
Believe it (Percayalah itu)

When you fall get up (Saat kau jatuh segera bangunlah)
Oh oh...
And if you fall get up(Saat kau jatuh segera bangunlah)
eh eh...

Tsamina mina Zangalewa (kalian datang dari mana)
Cuz this is Africa (karena ini adalah Afrika)

Tsamina mina (datanglah) eh eh
Waka Waka (laksanakan tugas) eh eh

Tsamina mina zangalewa (kalian datang dari mana)
This time for Africa (Inilah saatnya Afrika)

Listen to your god (Dengarkan Tuhan-mu)
This is our motto (Inilah semboyan kita)
Your time to shine (Saatnya bagi kalian untuk bersinar)
Don’t wait in line (Jangan menunggu di tepi)
Y vamos por Todo (Dan kita punya semuanya)

People are raising (Orang-orang membumbungkan)
Their Expectations(harapannya)
Go on and feed them (berangkatlah dan sambut mereka)
This is your moment (Inilah saatnya kalian)
No hesitations (jangan ragu)

Today's your day (Hari ini adalah hari kalian)
I feel it (Aku rasakan itu)
You paved the way (Kalian telah membuka jalan)
Believe it (Percayalah)

If you get down (Jika kalian jatuh)
Get up Oh oh... (Segera bangunlah)
When you get down (Saat kalian jatuh)
Get up eh eh... (Segera bangunlah)

Tsamina mina zangalewa (kalian datang dari mana)
This time for Africa (Inilah saatnya Afrika)

Tsamina mina (datanglah) eh eh
Waka Waka (laksanakan tugas) eh eh

Tsamina mina zangalewa (kalian datang dari mana)
Anawa aa (lakukanlah)

Tsamina mina (datanglah) eh eh
Waka Waka (laksanakan tugas) eh eh
Tsamina mina zangalewa (kalian datang dari mana)
This time for Africa (Inilah saatnya Afrika)

Minggu, 27 Juni 2010

Infrastruktur di Pasuruan timur perlu dipercepat pembangunannya

Salah satu masalah ketertinggalan wilayah Kab. Pasuruan timur adalah karena kurang gencarnya pembangunan infrastruktur. Jalan raya pantura Pasuruan - Probolinggo sudah seharusnya dilebarkan jadi 6 jalur. Jalan-jalan di wilayah Kecamatan Lumbang, Puspo, Pasrepan dan sekitarnya (wilayah kaki dan lereng pegunungan tengger) perlu ditingkatkan kelasnya. Pembangunan Pendidikan dan Ekonomi di daerah tersebut masih sangat terkendala ketersediaan infrastruktur terutama jalan dan jembatan yang layak.

Selain itu penyediaan saluran air bersih juga menjadi masalah serius karena masyarakat di sana sangat kekurangan air bersih terutama saat musim kemarau, padahal sumber air di dekat situ sangat besar debitnya tapi cuma di dua titik saja di kaki pegunungan tengger, yaitu mata air Umbulan di Kecamatan Winongan, dan mata air Ranu Grati di Kecamatan Grati. Masalahnya bagaimana mendistribusikan debit air yang besar ke daerah yang lebih tinggi di Kecatan Puspo, Pasrepan, dan Lumbang? Ini perlu campur tangan para ahli yang peduli pada kemajuan bangsa dengan dukungan penuh pendanaan dari pemerintah.

UPAYA PENUNTASAN WAJIB BELAJAR BAGI ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DAERAH TERPENCIL

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Sampai saat ini upaya penuntasan wajib belajar 9 tahun masih digencarkan baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, maupun oleh kelompok masyarakat yang peduli terhadap nasib bangsa.
Data jumlah anak usia sekolah dasar yang tertampung dalam pendidikan formal dan non formal baru mencapai sekitar 98% dari seluruh jumlah anak usia SD di Indonesia (Lynck, 2007). Sisanya yang 2% sampai saat ini belum terlayani di sekolah formal maupun non formal, yang sebagian besar terjadi di daerah terpencil.
Di Indonesia, angka putus sekolah dasar dan anak yang belum memperoleh layanan pendidikan adalah sekitar 5,7 juta orang dari total penduduk usia sekolah dasar yang berjumlah sekitar 45 juta jiwa (Prawoto, 2000). Angka ini diperkirakan akan terus bertambah di tahun mendatang. Diperkirakan pada 2010 jumlah anak usia sekolah dasar sebanyak 55 juta orang. Sehingga jumlah anak putus sekolah dan yang tidak terlayani pendidikan akan meningkat pula.
Data angka anak putus sekolah atau anak yang belum tersentuh oleh pendidikan pada umumnya terjadi di pedesaan atau daerah terpencil, misalnya di Kepulauan Riau, pedalaman Kalimantan, lembah Baliem (Papua), pesisir utara Sulawesi Tengah, Kepulauan Ternate (Maluku Utara), dan lain-lain. Di pulau Jawa sendiri, khusus di daerah urban dan kantong-kantong kemiskinan daerah pinggiran kota atau kawasan kumuh di kota-kota besar, angka partisipasi anak usia sekolah dasar juga masih rendah.
Kenyataan yang memprihatinkan tersebut tentu harus dicarikan jalan keluar agar tidak menghambat proses pembangunan yang sedang digalakkan.

b. Pokok Permasalahan
Inti dari permasalahan yang akan dibahas pemecahannya dalam tulisan ini adalah : bagaimana meningkatkan angka partisipasi anak usia sekolah dasar di daerah terpencil dan metode apa yang akan digunakan.


BAB II
LANDASAN TEORI

a. Definisi Keterpencilan
Istilah keterpencilan dimaknai secara beragam oleh para ahli. Stidaknya ada 2 (dua) sudut pandang yang digunakan oleh para ahli dalam mendefinisikan keterpencilan.
Keterpencilan secara fisik, menurut Supriyadi ( 2004 ), merujuk kepada suatu daerah yang jauh atau sukar dijangkau oleh sarana komunikasi dan transportasi, disertai oleh keadaan geografis yang kurang menguntungkan. Daerah dengan kondisi semacam ini menyebabkan masyarakat terkurung atau terisolasi dari daerah-daerah sekitarnya. Keterpencilan secara fisik – geografis dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
(1). Daerah terpencil daratan pedalaman
(2). Daerah terpencil pantai dan sungai
(3). Daerah terpencil perairan,kepulauan,dan perbatasan internasional
Contoh masyarakat daerah terpencil secara adalah suku tengger di Jawa Timur, suku Asmat di lembah Balieun – Papua, suku anak dalam di rimba raya Jambi, dan sebagainya.

Keterpencilan secara budaya, menurut Adiwikarta (2005), merujuk kepada suatu kelompok masyarakat yang kurang memiliki kemauan untuk membuka diri dan mengadakan kontak dengan dunia luar. Selain adanya hambatan dari dalam diri yang berupa keengganan diri untuk mengadakan hubungan dengan lingkungnya, keterpencilan budaya dalam banyak hal dapat disebabkan oleh kurangnya peluang bagi mereka untuk berkiprah dalam kegiatan kemasyarakatan. Keterpencilan budaya pada umumnya dialami oleh masyarakat perkotaan yang tinggal di pemukiman kumuh di kota-kota besar. Masyarakat di pemukiman kumuh inilah yang seringkali menjadi objek binaan badan-badan social dan lembaga pendidikan dalam rangka pengentasan orang miskin dan program wajib belajar.

b. Karakteristik Daerah Terpencil
Daerah terpencil memiliki karakteristik khas yang berbeda dengan daerah yang bukan kategori terpencil. Masyarakat daerah terpencil memiliki corak kehidupan tradisional yang kolot, cenderung menutup diri, kurang dapat menerima sesuatu hal yang bersifat baru / kekinian, bergantung kepada keadaan alam, kurang memiliki jiwa kewirausahaan ( entrepreneurship ), serta memiliki jiwa paternalistis dan fatalistis yang berlebihan ( Adiwikarta, 2006 ).
Dari cirri-ciri tersebut diatas, karakteristik daerah terpencil dapat dipilah atas dasar cirri geografis, social budaya,ekonomi, dan pendidikan yang bercorak khas.
1. Karakteristik Geografis
Daerah terpencil secara fisik,baik dipedesaan,kawasan pantai,maupun kepualauan,berpenduduk relatif jarang. Jarak antara pemukiman penduduk satu dengan lannya berjauhan,tiap kantong pemukiman dihuni oleh sekitar 5-10 keluarga. Secara komunikasi dan transportasi biasanya sangat sulit sehingga daerah itu relatif tertutup.
2. Karakteristik Sosial Budaya
Masyarakat daerah terpencil, khususnya para orang tua murid pada umumnya berpendidikan rendah atau bahkan masih buta latin. Akibatnya pendidikan belum dipandang sebagai kebutuhan yang harus dimiliki. Berkembang pula suatu tradisi bahwa menempuh pendidikan atau bersekolah tidak perlu terlanlu tinggi, dan hanya cukup menguasai tiga kemampuan dasar ( membaca,menulis dan berhitung ) saja. Sehingga angka putus sekolah di daerah terpencil sangat tinggi.
3. Karakteristik Ekonomi
Kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan merupakan lingkaran kehidupan yang saling berkaitan. Pada masyarakat daerah terpencil, secara ekonomis mereka biasanya miskin akibat kebodohan dan keterbelakangan. Mereka pada umumnya masih mengidap mentalitas subsistensi, dalam arti sekedar bekerja untuk mencukupi kebutuhan hari ini dan esok dengan prinsip “ Hari ini habis esok mencari lagi “. Akibatnya ketika musim paceklik tiba mereka seringkali kekurangan pangan dan akibatnya menderita penyakit gizi buruk.
4. Karateristik Pendidikan
Pendidikan di daerah terpencil,dilihat dari pelaksanaanya memiliki karakteristik yang unik, karena memiliki cirri tersendiri yang berbeda dengan daerah lain yang di atur dalam pedoman kurikulum tidak terlalu dipersoalkan. Yang terpenting oleh guru adalah memberikan pengetahuan yang esensial,pengetahuan praktis dan pragmatis yang diperlukan anak sehari-hari.


BAB III
RUANG LINGKUP

a. Kondisi Sekarang
Pada saat ini angka partisipasi anak usia sekolah dasar yang tertampung dalam pendidikan formal dan non formal, serta angka putus sekolah di daerah terpencil di Indonesia masih dangat memprihatinkan. Bahkan dengan makin bertambahnya jumlah penduduk, diperkirakan angka partisipasi anak usia sekolah dasar juga makin rendah, dan angka putus sekolah juga akan makin tinggi, khususnya di daerah terpencil, baik yang terpencil secara fisik-geografis maupun yang terpencil secara sosial budaya.
Beberapa hal yang menyebabkan kondisi tersebut diatas antara lain :
1. Faktor Geografis, dimana daerah terpencil itu biasanya sulit dijangkau dan kadang bergantung pada keadaan musim.
2. Faktor Sosial Budaya, dimana di daerah terpencil berkembang suatu keyakinan bahwa semakin lama mengikuti pendidikan di sekolah berarti semakin berkurang waktu bermain atau untuk membantu pekerjaan orang tua.
3. Faktor Ekonomi, dimana di daerah terpencil msyarakatnya berkutat dalam kemiskinan sehingga tidak terpikirkan biaya dan waktu untuk bersekolah.
4. Faktor Pendidikan, dimana tingkat pendidikan orang tua di daerah terpencil sangat rendah atau bahkan buta aksara sehingga tidak memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya.

b. Kondisi Yang Diharapkan
Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil memerlukan pendekatan, format, sistem, dan mekanisme tersendiri yang disesuaikan dengan kondisi di daerah setempat, sehingga diharapkan ada peningkatan angka partisipasi anak seusia sekolah dasar, penurunan taraf kesejahteraan masyarakat di daerah terpencil sehingga membantu tercapainya keseimbangan pembangunan di daerah terpencil dan non terpencil.


BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH DAN ANALISIS MASALAH

a. Pembahasan Masalah / Kendala Yang Dihadapi
Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil memerlukan pendekatan, format, sistem, dan mekanisme tersendiri sesuai dengan kondisi di daerah tersebut.
Dari segi pendidikan, materi pendidikan hendaknya berisi pengetahuan praktis digunakan oleh murid untuk melanjutkan pendidikannya ketingkat yang lebih tinggi. Isi kurikulum yang telah disusun hendaknya tidak mematikan kreativitas guru dalam memodifikasi bahan ajar yang hendak diberikan kepada murid.
Muatan local dalam kurikulum hendaknya dipilih berupa mata pelajaran praktis ( ketrampilan ) yang disesuaikan dengan kondisi setempat, misalnya keterampilan dalam bidang perikanan dan cara bercocok tanam yang baik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa porsi muatan local hendaknya berimbang dengan porsi muatan akademis. Dengan demikian guru yang ditugaskan di daerah ini haruslah guru yang berpengetahuan plus.
Terkait denganm masalah budaya, guru hendaknya berhati-hati dalam menyampaikan pesan-pesan moral kepada murid, terutama masalah nilai-nilai baru yang justru bertentangan dengan nilai-nilai yang telah mapan yang mereka anut, tapi tidak berarti guru harus pasrah dan mengikuti arus budaya tradidional yang sangat kental. Guru dii harapkan mampu menjadi pelopor perubahan ( Agents Of Change ) begi masyarakat setempat dengan cara-cara persuasive yang bisa diterima oleh hati,jiwa dan nalar mereka. Dengan cara ini perubahan masyarakat tidak terjadi seketika, melainkan secara perlahan mengikuti alur pemikiran mereka yang relatif masih sederhana.
Secara kelembangaan, pendidikan yang di kembangkan di daerah terpencil hendaknya tidak terikat secara kaku oleh batasan-batasan konvensional dalam pendidikan formal, melainkan harus agak fleksibel. Misalnya unsure pendidikan formal dapat diterapkan, tetapi dari segi praktik unsure pendidikan non formal mungkin lebih tetap.
Terkait sedikitnya jumlah guru di daerah terpencil, perlu disiapkan suatu pola pengadaan dan pengangkatan guru dari penduduk setempat melalui system tugas belajar. Dengan pola ini siswa tugas belajar memperoleh beasiswa dari pemerintah daerah setempat untuk di didik di LPTK yang menyelenggarakan program studi PGSD, dan kelak setelah lulus dikirim atau dikembalikan lagi ke daerah asalnya. Pola lainnya, adalah dengan memberikan rangsangan karir, misalnya pemberian kemudahan kenaikan pangkat, kemudahan kepada guru untuk tidak harus mengikuti program sertifikasi,dan juga pemberian rangsangan insentif atau imbalan gaji yang tinggi.
Kebijakan-kebijakan tersebut di atas sebenarnya sudah menjadi keputusan pemerintah tetapi dalam prakteknya kebijakan tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baikdi tataran empiris. Itu semua membutuhkan perhatian dan kepedulian dari semua pihak khusunya pemerintah dalam upaya untuk mengentaskan kewajiban belajar bagi anak SD di seluruh wilayah Indonesia, khusunya di daerah terpencil.

b. Analisis Masalah
Kondisi daerah terpencil yang sangat beragam, selain membawa implikasi pada pendekatan, format, sistem, dan mekanisme penyelenggaraan pendidikan,juga berpengaruh pada penerapan bentuk atau model layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik penduduk atau masyarakatnya.
Sejauh ini sekurangnya terdapat 6 model bentuk layanan pendidikan bagi anak usia sekolah dasar di daerah terpencil,yakni sekolah berasrama,guru kunjung,kelas jauh,sekolah dasar kecil,sekolah terapung,dan sekolah tenda.
Sekolah berasrama ( residential school ), adalah bentuk sekolah yang sekaligus menyediakan asrama atau tempat pemondokan. Anak-anak usia Sd di daerah terpencil yang masih sedaerah direkrut dan diasramakan untuk bersekolah. Masa bersekolah mereka yang hanya beberapa bulan dalam setahunnya diisi dengan kegiatan belajar mengajar yang insentif. Jika musim panen tiba, mereka dipulangkan kembali kepada orang tua mereka untuk membantu mencari nafkah. Ketika musim panen selesai, mereka dijemput lagi untuk mulai bersekolah. Guru dan murid tinggal bersama untuk sementara waktu dengan melakukan kegiatan-kegiatan sekolah,baik kurikulum maupun ekstra kurikuler.
Guru kunjung ( internirant teacher ), adalah bentuk layanan pendidikan yang menugasi guru khusus untuk mengadakan kunjungan secara tepat dan terjadwal untuk mengajar anak-anak usia sekolah dasar yang berada pada suatu tempat/daerah yang telah ditentukan tempat pembelajaran tidak harus berupa gedung sekolah, melainkan dapat berupa bangunan lain seperti balai desa,rumah adat,atau rumah penduduk. Dengan cara ini anak-anak tidak belajar penuh setiap hari dalam seminggu. Sehingga pada saat anak tidak bersekolah mereka masih tetap dapat memanfaatkan waktu mereka untuk membantu orang tua belajar atau mencari nafkah.
Kelas jauh, pada prinsipnya sama atau hamper sama dengan model guru kunjung, kelas jauh dapat berupa kelompok-kelompok anak usia SD di beberapa tempat daerah terpencil, dan tiap kelompok belajar dibimbing oleh seorang guru atau lebih yang telah ditunjuk atau diberi tugas oleh sekolah dasar induknya. Tempat penyelenggaraan pengajaran tidak harus ideal,melainkan dapat berupa balai desa atau rumah penduduk setempat yang memenuhi syarat.
Sekolah Dasar ( SD ) kecil, adalah bentuk atau model layanan pendidikan di daerah terpencil yang telah lama dirintis keberadaannya. SD kecil merupakan SD biasa yang secara khusus menyelenggarakan program pendidikan bagi anak-anak usia SD di daerah terpencil. Bedanya kalau Sd biasa terdiri atas personil pendidikan yang lengkap plus kepala sekolah dan segala fasilitas pendidikannya, SD kecil hanya terdiri atas seorang kepala sekolah,seorang guru atau lebih,dan beberapa orang murid yang ada di daerah itu. Program pendidikan dan waktu belajar di Sd kecil relatif sama dengan di SD biasa, meski tidak terlalu kaku.
Sekolah terapung,merupakan bentuk layanan pendidikan yang khusus di tunjuk kepada anak usia SD di daerah terpencil perairan atau kepulauan. Sekolah terapung menyelenggarakan program pendidikan yang relatif sama dengan SD biasa atau Sd kecil, baik kutukilumnya maupun waktu/jam belajarnya. Hanya saja bangunan sekolah terapung berdiri diatas perahu sedemikian rupa sehingga memudahkan anak-anak didaerah itu untuk mengikuti pendidikan. Model ini memang sangat mahal tetapi dapat dijadikan salah satu alternative dalam pengentasan masalah pendidikan dasar di Indonesia.
Sekolah tenda, merupakan bentuk atau model layanan pendidikan yang bangunannya terbuat dari tenda, yang sewaktu-waktu dapat di ubah atau dipindah dengan keperluan. Dari segi penyelenggaraan pendidikan hamper mirip dengan sekolah terapung, baik kurikulum,guru dan muridnya, sekolah ini secara khusus melayani anak-anak yang orang tuanya suka berpindah-pindah tempat ( nomaden ). Berpindah-pindahnya tempat ini dikarenakan para orang tua berprofesi sebagai perambah hutan, yang mencoba membuka lahan baru untuk kelangsungan hidup sehari-hari dan hidup dimasa yang akan datang. Jika di tempat itu bahan makanan sudah menipis terutama yang disediakan oleh alam, makan mereka cenderung berpindah ketempat / hutan lain yang dimungkinkan masih tersedia bahan makanan yang cukup, dan begitu seterusnya. Pola hidup yang demikian menyebabkan anak-anak mereka juga ikut berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Akibatanya bangunan sekolah yang didirikan juga harus bersifat fleksibel yang bisa dipindah-pindah sewaktu-waktu manakala anak-anak mengikuti orang tuanya. Meski model ini terkesan sulit dilakukan tetapi dapat digunakan sebagai alternatif dalam memilih jenis sekolah yang dapat diikuti oleh anak-anak usai SD di daerah terpencil.



BAB V
PENUTUP

a. Kesimpulan
Tugas berat yang dipikul oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia di bidang pendidikan adalah mengatasi masalah penuntasan wajib belajar bagi anak usia sekolah dasar. Meskipun pencanangan wajib belajar anak usia sekolah dasar telah berlangsung lebih dari dua puluh lima tahun, dan upaya penjaringan anak usia sekolah dasar telah banyak dilakukan, upaya pelaksanaan wajib belajar itu belum tuntas menyeluruh.
Hambatan utama dalam penuntasan wajib belajar anak usia sekolah dasar banyak muncul di daerah terpencil,baik terpencil secara fisik maupun secara budaya. Sehingga diperlukan upaya nyata agar mereka yang hidup di era globalisasi ini dapat mengikuti dan mensejajarkan diri dengan saudara-saudara mereka yang sudah maju dengan cara mengikuti pendidikan di sekolah.
Dalam tulisan ini ditawarkan enam model penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia sekolah dasar di daerah terpencil, yaiut system sekolah berasrama,guru kunjung,kelas jauh, sekolah dasar kecil, sekolah terapung, dan sekolah tenda.

b. Saran
Untuk mengatasi rendahnya angka partisipasi sekolah pada anak usia sekolah dasar, pemerintah merupakan penanggung jawab utama dan masyarakat seharusnya juga ikut berperan serta aktif.
Diharapkan pemerintah segera mengambil tindakan dengan menentukan sekolah model yang cocok diterapkan di daerah terpencil, dengan memperhatikan kondisi daerah tersebut dan memperhatikan saran-saran dari tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Segala biaya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan ditanggung bersama antara pemerintah pusat,pemerintah daerah dan / atau pihak swasta masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap nasib bangsa.


DAFTAR PUSTAKA

1. Adiwikarta, S. 2005. Ilmu Sosial Dasar II. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia
2. Dandum, M. 2004. Pendidikan Dasar di Riau masih Kejar Kuantitas. Suara karya, 8 Mei, hal VI
3. Milan-Baduel. 2004. Project Impact for Mass Primary Education. Progress report No.1. Saigon : innotech.
4. Lynck, J. 2007. Provision Children With Special Educational needs. World Bank, Tokyo-Boston.
5. Prawoto. 2000. SD Pamong sebagai salah satu alternative pemerataan Pendidikan Dasar. Malang. Ilmu Pendidikan.
6. Supriadi, D. 2004. Membangun bangsa melalui Pendidikan Bandung. Rosalakarya.
7. Taufik, M. 2004. Mutu Sekolah di daerah Pedalaman masih “Apa Adanya”. Jakarta. Suara karya, 7 Juni, hal VI
8. Iriyanto,T. 2008. Model layanan Pendidikan bagi Anak usia Sekolah Dasar di daerah terpencil sebagai upaya penuntasan wajib belajar. Jakarta. Eahana Sekolah Dasar, Tahun 16, Nomor 1.

----------oooo------------

Senin, 21 Juni 2010

Birokrasi

Birokrasi adalah proses pelayanan aparat pemerintah kepada masyarakat. (disarikan dari berbagai sumber)